Hari Sabtu dan Ahad, 18-19 Februari 2012 saya mengikuti acara camping atau dalam bahasa Arab disebut Mukhayyam. Agenda outdoor tersebut sangat menarik. Oleh karena itu saya membawa smartphone, tujuannya agar bisa mengambil gambar sekaligus menuliskannya di blog ini. Tapi apa daya, panitia tidak memperbolehkannya. Handphone dan makanan tidak diperkenankan. Hanya air minum tawar dan peralatan camping saja yang diperbolehkan.
24 jam tanpa makanan dengan berat tas gunung sekitar 15 kg, berjalan menelusuri perbukitan. Sabtu Pagi hingga jam 12 siang agenda fisik, dari senam hingga pemanasan semi militer. Setelah shalat dhuhur dan makan siang dimulailah perjalanan hingga jam 12 siang hari Ahad. Kaki cenat-cenut, punggung nyeri, perut perih. Keringat yang menetes dari kepala mengenai mata terasa seperti air sambal, pedas.
Daun-daunan liar, buah-buahan yang dibuang seperti rambutan, jambu, kelapa sehabis panen. Setelah dipilih yang baik oleh pemiliknya sisanya yang busuk atau terlalu muda dibuang, menjadi santapan kami. Teringat makanan dirumah dan tempat tidur yang baik. Camping tersebut membawa hikmah luar biasa, terutama mengajarkan rasa syukur. Perjalanan kaki yang melelahkan juga melatih sabar, berhenti atau terus maju.
Dari perjalanan 24 jam tesebut, rasa lapar yang menggelayuti menjadikan kenikmatan atas segala makanan dan minuman pemberian Tuhan, semuanya terasa nikmat. Jalan kaki yang melelahkan, menggambarkan setiap perjalanan menuju muara. Semua orang akan sampai, jawabannya hanya bersabar atau berhenti. Kebersamaan atau team, berbagi informasi. Apakah makanan yang ada aman untuk dikonsumsi atau tidak. Berbagai karakter peserta yang biasa menjengkelkan dalam kondisi normal nyatanya juga memiliki nilai positif, menghibur ditengah perjalanan karena 'cerewetnya' hehe...
Namun, 24 jam long march bila dibandingan dengan saudara kita di Afrika, tentu belum ada apa-apanya. Apalagi perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabatnya ketika lapar. Sebagaimana potongan sedikit kisah dari luas hikmah yang lain berikut ini.
Suatu hari aku duduk di jalan yang biasa mereka lalui keluar, kemudian melintas Abu Bakar. Aku bertanya kepadanya tentang sebuah ayat dari Al-Qur’an dan aku tidak bertanya kepadanya kecuali karena mengharapkan dia memberiku makanan, akantetapi dia berlalu dan tidak memberiku.
Kemudian lewat di depanku Umar dan aku juga bertanya kepadanya tentang suatu ayat tentang Al-Qur’an, dan aku tidak bertanya kepadanya kecuali agar dia mau memberiku makanan, tetapi dia hanya berlalu dan tidak memberiku.
Kemudian Nabi saw. lewat di depanku dan tersenyum ketika beliau melihatku, dan beliau tahu apa yang aku rasakan dan ada apa di balik raut wajahku, kemudian beliau bersabda, “Hai Abu Hirr (bapak kucing).” Aku menyahut, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Ikutlah.”
Kemudian beliau berjalan dan aku mengikuti beliau. Lalu beliau masuk dan aku meminta izin, dan beliau mengizinkan aku. Beliau masuk dan mendapatkan susu pada sebuah bejana, lalu beliau bertanya, “Dari mana susu ini?” Mereka menjawab, “Engkau dihadiahi oleh fulan.” Sabda beliau, “Abu Hirr.” Jawabku, “Labbaik, ya Rasulullah.”
Sabda beliau, “Pergilah ke Ahlus Shuffah dan panggil mereka untukku.”
Ahlus Shuffah adalah tamu-tamu Islam, yang tidak memiliki keluarga, tidak punya harta, dan tidak punya seorang pun (dan mereka tinggal di serambi belakang Masjid Nabi). Apabila Nabi dibawakan sedekah, beliau langsung mengirimkan kepada mereka dan tidak mengambil sedikitpun darinya. Dan, apabila beliau diberikan hadiah, beliau juga mengirimkannya kepada mereka dan mengambil sedikit darinya.
Perintah beliau untuk memanggil Ahlus Shuffah membuat aku tidak enak, maka aku berkata (kepada diriku sendiri), “Seberapa banyak susu mau dibagikan terhadap Ahlus Shuffah? Aku lebih berhak untuk mendapatkannya untuk memperkuat diriku. Dan bila beliau datang, beliau memerintahkan aku dan akulah yang membagikannya untuk mereka, dan tidak ada harapan bahwa aku akan mendapat bagian darinya, akantetapi mentaati Allah dan RasulNya adalah wajib.”
Maka aku mendatangi mereka dan mereka pun datang. Kemudian meminta izin dan mereka diizinkan lalu masing-masing mengambil tempat duduk di dalam rumah.
Sabda beliau, “Ya Abu Hirr.” Aku sahut, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Ambillah dan berikan kepada mereka.”
Maka aku mengambil bejana itu, kemudian memberikan seorang lau minum sampai kenyang, kemudian mengembalikan bejana itu kepadamu. Lalu aku berikan kepada seorang lagi dan minum sampai kenyang, kemudian dia mengembalikan bejana itu kepadaku. Lantas aku berikan lagi kepada yang lain dan minum sampai kenyang dan mengembalikan bejana itu kepadaku, sampai selesai kepada Nabi saw. dan semua orang telah kenyang. Kemudian beliau mengambil bejana itu dan meletakkannya di tangan beliau, kemudian melirik kepadaku dan tersenyum sambil bersabda, “Abu Hirr.” Aku jawab, “Labbaik, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Tinggal aku dan kamu.” Aku jawab, “Engkau benar, wahai Rasulullah.” Sabda beliau, “Duduk dan minumlah.” Aku pun duduk dan minum.
Beliau bersabda lagi, “Minumlah.” Dan aku pun minum lagi, dan beliau bersabda, “Minumlah.” Sampai aku mengatakan, “Tidak, demi Zat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak menemukan tempat lagi (di perutku).” Sabda beliau, “Perlihatkan kepadaku.” Maka aku berikan bejana itu kepada beliau, dan kemudian beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah dan meminum yang tersisa.
0 comments:
Post a Comment